Sabtu, 25 September 2010

Bab 3 Silaturahmi - Ayat-ayat Tentang Ancaman Berbuat Buruk- Ayat ke-2

Ayat ke-2

"  Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan agar dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan, dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (jahannam)." ( Q.S. Ar-Ra'd: 25 ).

Keterangan
Diriwayatkan dari Qatadah rah.a., hendaknya kita menjauhi berjanji lalu melanggarnya, karena Allah swt. sangat membenci perbuatan tersebut. Dalam Al-Qur'an terdapat lebih dari dua puluh ayat yang menyebutkan ancaman terhadap perbuatan tersebut. Saya tidak tahu, apakah Allah swt. juga memberikan ancaman terhadap sesuatu yang lain melebihi ancaman yang Dia berikan karena melanggar janji. Barangsiapa yang berjanji dengan menyebut nama Allah, hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk menunaikannya.
Anas r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. dalam khutbahnya bersabda, "Barangsiapa yang tidak menunaikan amanah, ia bukan orang yang teriman. Dan barangsiapa yang tidak menunaikan janji, ia bukan orang yang beragama." Masalah ini juga telah diriwayatkan dari Abu Umamah r.a. dan Ubadah r.a." (Durrul-Mantsur). Maimun bin Mihran rah.a. berkata, "Ada tiga perkara yang tidak membedakan antara orang kafir dan orang Islam, terhadap mereka dikenakan hukum yang sama.
1. Barangsiapa yang berjanji, hendaknya janji itu ditunaikan, baik janji terhadap orang kafir maupun terhadap orang Islam, karena pada hakikatnya, perjanjian itu adalah dengan Allah swt.
2. Menjaga hubungan kekeluargaan. Hubungan kekeluargaan hendaknya tetap dijaga, baik terhadap orang Islam maupun terhadap orang kafir.
3. Barangsiapa yang dititipi amanah, hendaknya dikembalikan dalam keadaan yang baik, baik yang menitipkan amanah itu orang kafir atau orang Islam. (Tanbihul-Ghafilin).
Dalam Al-Qur'an, ada satu ayat yang khusus memerintahkan untuk menunaikan janji.


"Dan penuhilah janji, karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban." (Q.s. Bani Israil :34).
Qatadah rah. a. berkata, "Hubungan yang diperintahkan untuk disambung adalah keluarga dekat maupun jauh." (Durrul-Mantsur).
Hal kedua yang disabdakan di atas adalah tentang memutuskan silaturahmi. Umar bin Abdul Azis rah.a. berkata, "Barangsiapa memutuskan hubungan kekeluargaan, janganlah bergaul dengannya, karena saya melihat di dua tempat dalam Al-Qur'an bahwa laknat diturunkan ke atas mereka. Yang satu terdapat dalam surat Ar-Ra'd, dan yang kedua terdapat dalam surat Muhammad." (Durrul-Mantsur). Ayat yang terdapat dalam surat Muhammad telah dibicarakan di atas, yaitu setelah menerangkan masalah tentang memutuskan tali silaturahmi. Allah swt. berfirman, "Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah swt. Kemudian (Allah swt. telah menjadikan mereka tuli dari mendengar hukum-hukum-Nya) dan mebutakannya (dari melihat jalan kebenaran)." Umar bin Abdul Azis rah.a. mendapati dua lafazh tentang laknat dalam Al-Qur'an, sedangkan Zainal Abidin rah.a. mendapatinya di tiga tempat. Kemungkinan, di dua tempat itu ada dua lafazh tentang laknat, yakni dalam surat Ar Ra'd dan dalam surat Muhammad. Dan di tempat ketiga, mereka dikatakan sebagai orang yang sesat dan rugi, yang mirip dengan makna laknat, sebagaimana telah disebutkan dalam surat Al-Baqarah pada pembahasan sebelumnya.
Salman r.a. meriwayatkan sabda Nabi saw., "Jika telah muncul banyak pendapat, amalan telah banyak yang hilang, banyak ceramah, agama banyak ditulis tetapi tidak diamalkan, amalan seakan-akan telah dikunci, persatuan banyak dibicarakan tetapi hati mereka terpecah-belah, dan keluarga mulai saling memutuskan hubungan, maka pada waktu itu Allah swt. akan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. Dan Allah swt. menjadikan mereka buta dan tuli.
Hasan r.a. juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika manusia menampakkan ilmu dan menyia-nyiakan amalan, dan menampakkan rasa cinta dengan lisan tetapi hatinya menyimpan kebencian dan mulai memutuskan tali silaturahmi, maka Allah swt. pada waktu itu akan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya, membutakan mereka, dan menjadikan mereka tuli." (Durrul-Mantsur). Akibatnya, mereka tidak bisa melihat jalan yang benar, dan perkataan-perkataan yang benar tidak akan sampai ke telinga mereka.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa harumnya surga itu dapat tercium dari jarak yang sangat jauh, yaitu sejauh 500 tahun perjalanan. Tetapi bagi orang yang durhaka kepada orangtua dan memutuskan tali silaturahmi, ia tidak akan mencium bau surga. (Ihya').
Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata, "Ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw., beliau saw. bersabda, 'Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahmi, silakan berdiri, jangan duduk bersama kami.' Di antara yang hadir hanya ada satu orang yang berdiri, dan itu pun duduk di kejauhan. Kemudian dalam waktu yang tidak begitu lama, ia datang dan duduk kembali. Rasulullah saw. bertanya kepadanya, 'Karena di antara yang hadir hanya kamu yang berdiri, kemudian kamu datang dan duduk kembali, apakah sesungguhnya yang terjadi? Ia berkata, "Begitu mendengar sabda engkau, saya segera menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturahmi dengan saya. Karena kedatangan saya tersebut, ia bertanya, 'Untuk apa kamu datang, tidak seperti biasanya kamu datang kemari.' Lalu saya menyampaikan apa yang telah engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan saya memintakan ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang lagi ke sini). Rasulullah saw. bersabda, 'Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang memutuskan tali silaturahmi.'"

Faqih Abu Laits rah.a. telah meriwayatkan hadits ini, akan tetapi penyusun kitab Kanzul-'Ummal telah mengatakan bahwa Ibnu Mu'in, salah satu perawi hadits ini adalah seorang pembohong. (Kanzul-'Ummal). Faqih Abu Laits rah.a. berkata, berdasarkan kisah ini dapat diketahui bahwa memutuskan tali silaturahmi itu merupakan dosa yang sangat besar sehingga orang yang duduk bersamanya tidak akan memperoleh rahmat Allah swt.. Karena itu sangat penting bagi orang yang telah melakukannya hendaknya segera bertaubat darinya dan menyambung kembali tali silaturahmi. Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada satu kebaikan pun yang pahalanya lebih cepat diperoleh daripada silaturahmi, dan tidak ada satu dosa pun yang adzabnya akan cepat diperoleh di dunia, di samping akan diperoleh di akhirat, melebihi kezhaliman dan memutuskan silaturahmi." (Tanbihul-Ghafilin).
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa adzab memutuskan silaturahmi selain akan ditimpakan di akhirat, juga akan ditimpakan di dunia. Telah disebutkan dalam ayat ini, bahwa bagi mereka akan disediakan tempat kembali yang buruk.
Faqih Abu Laits rah.a. menulis sebuah kisah yang ajaib. Ia berkata bahwa di Makkah Mukarramah ada seorang yang shalih. Ia adalah seorang pemegang amanah yang berasal dari Khurasan. Orang-orang banyak yang mengamanahkan harta mereka kepadanya. Suatu ketika, seseorang telah mengamanahkan uang kepadanya sebanyak 10.000 dinar, karena ia akan bepergian untuk suatu keperluan. Ketika ia kembali, orang Khurasan itu telah meninggal dunia, lalu ia bertanya kepada ahli keluarganya mengenai amanah yang telah ia titipkan. Ketika mereka mengatakan tidak tahu, ia menjadi gelisah mengingat jumlah uang itu sangat banyak. Kebetulan, pada waktu itu ada pertemuan para ulama Makkah Mukarramah. Maka ia bertanya kepada mereka, sehubungan masalah yang sedang menimpanya, apakah yang harus ia lakukan. Mereka menjawab, "Orang itu sangat shalih. Menurut pendapat kami, ia adalah seorang ahli surga. Jika separuh malam atau sepertiga malam telah lewat, pergilah ke sumur Zam-zam, dan bertanyalah kepadanya sambil memanggil-manggil namanya." Kemudian orang itu melakukan apa yang mereka katakan itu sampai tiga hari, tetapi tidak mendapatkan satu jawaban pun. Kemudian menemui lagi ulama-ulama itu dan menceritakan keadaannya. Maka mereka mengucapkan:
dan berkata, "Kami takut jangan-jangan ia bukan ahli surga, sekarang pergilah ke suatu tempat, di sana ada sebuah lembah yang bernama Barhut. Di tempat itu ada sebuah sumur, serulah namanya di sumur itu." Orang itu pun melakukan apa yang dikatakan para ulama tersebut. Di sana, ketika baru memanggil satu kali saja, ia mendapat jawaban, "Hartamu masih terjaga. Karena aku tidak merasa aman dari anak-anakku, maka harta itu aku timbun di suatu tempat. Berbicaralah kepada anakku supaya ia mengantarmu ke tempat itu, dan galilah tanah lalu keluarkan hartamu." Ia pun mengerjakannya, kemudian ia mendapatkan hartanya sehingga orang itu dengan penuh keheranan bertanya kepada orang shalih tersebut, "Bukankah engkau orang yang shalih, mengapa engkau berada di tempat ini?" Kemudian terdengar suara dari sumur, "Di Khurasan ada beberapa keluargaku, tetapi aku telah memutuskan tali silaturahmi dengan mereka. Pada saat itu, maut telah datang kepadaku. Karena adzab itulah saya sekarang berada di sini." (Tanbihul-Ghafilin).
Diriwayatkan dari Ali Karramalldhu Wajhah bahwa lembah yang paling utama adalah Makkah Mukarramah dan lembah di India, di mana Nabi Adam a.s. telah diturunkan dari surga. Di tempat itu ada bau harum yang digunakan oleh orang-orang. Dan lembah yang paling buruk adalah lembah Ahqaf dan lembah Hadramaut yang dinamakan Barhut. Sumur yang paling baik di dunia adalah sumur Zam-zam, dan sumur yang paling buruk adalah sumur Barhut, di dalamnya ruh-ruh orang kafir berkumpul. (Durrul-Mantsur).
Beradanya ruh-ruh itu di tempat tersebut bukan merupakan dalil syar'i, tetapi ini merupakan perkara kasyaf bagi orang-orang yang dikehendaki Allah swt. Kapan saja dan di mana saja, Allah swt. dapat memberikan kasyaf kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya, tetapi kasyaf tidak dapat dijadikan dalil syar'i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

This blog wanna share to all of you about greatness and amazing benefit of sedekah or giving. You wanna find that if we make sedekah, it will not decrease your wealth.

Let's read and get yourself enlightened !!

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP