Selasa, 13 Oktober 2009

Bab IV Pentingnya Zakat dan Keutamaannya - Hadits ke-1

Hadits-hadits Mengenai Membayar Zakat

Hadits ke-1


“ Dari Ibnu Abbas r.huma., ia berkata,” Ketika ayat:


Turun, kaum muslimin merasa sangat berat. Maka Umar r.a. berkata,” Saya akan menyelesaikan kesulitan kalian.” Setelah berkata demikian, ia menjumpai Rasulullah kemudian berkata,” Wahai Rasulullah saw., sesungguhnya ayat ini terasa berat bagi shahaba-shahabatmu.” Maka Rasulullah saw bersabda,” Allah swt tidak mewajibkan zakat, kecuali untuk membersihkan harta kalian yang tersisa, dan mewajibkan warisan, supaya harta tetap tersisa untuk orang-orang setelah kalian.” Karena gembiranya, Umar r.a. bertakbir, kemudian Rasulullah saw. bersabda,” Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu yang baik untuk disimpan?” Yaitu wanita shalihah yang jika suaminya memandangnya, maka ia merasa senang, jika suaminya memerintahnya, maka ia mentaatinya, dan jika suaminya pergi, maka ia menjaganya.” ( HR Abu Daud- Misykat )

Keterangan


Ayat yang disebutkan dalam hadits ini telah dikutip dalam Bab II ayat ke-5. Dari ayat ini dapat diketahui dengan jelas bahwa menimbun harta dengan segala bentuknya, betapapun harta itu sangat diperlukan, dapat menyebabkan azab yang keras di akhirat. Karena mengamalkan perintah Allah swt dan Rasul-Nya merupakan ruh para shahabat r.hum., dan menyimpan uang untuk berbagai keperluan terkadang memaksanya untuk menyimpan uang, maka hal ini sangatlah mengejutkan para shahabat r.hum. Karena itulah hal ini dirasakan sangat berat. Untuk menghilangkan kegelisahan mereka, maka Umar r.a. segera menjumpai Rasulullah saw untuk meminta penjelasan mengenai ayat tersebut. Rasulullah saw menghiburnya dengan bersabda,” Zakat telah diwajibkan karena setelah menunaikannya, sisa hartanya akan menjadi bersih.” Dan ini menjadi dalil dibolehkannya mengumpulkan harta karena menunaikan zakat diwajibkan jika harta itu terus ada ( outstanding ) selama satu tahun. Mengapa menyimpan harta tidak boleh, dan mengapa zakat diwajibkan? Dari keterangan ini dapat diketahui betapa besar keutamaan membayar zakat karena bagi orang yang membayar zakat akan mendapatkan pahala tersendiri, dan sisa hartanya menjadi bersih dan baik. Di dalam Al Qur’an terdapat suatu keterangan yang menjelaskan tentang pengaruh penyucian harta melalui zakat, yaitu:




“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan harta itu, kamu membersihkan dan menyucikan mereka ( dari pengaruh dosa-dosa ). Dan bershalawatlah kepada mereka. Sesungguhnya shalawatmu itu ketenangan bagi mereka.” ( QS At Taubah: 103 )

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,” Tunaikanlah zakat dari harta kalian, karena zakat akan menyucikan kalian. ( Kanzul Ummal ). Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda,” Bayarlah zakat, karena ia merupakan sesuatu yang mensucikan. Allah swt ( dengan perantaraan zakat ) akan mensucikan kalian.” Dalam sebuah hadits lainnya disebutkan,” Jagalah harta kalian dari kotoran dosa-dosa atau kesia-siaan. Obatilah orang sakit dengan sedekah, dan siapkanlah doa untuk menjaga dirimu dari bencana.” ( Kanzul Ummal ). Dalam hadits lain juga disebutkan,” Jagalah harta kalian dengan perantaraan zakat. Obatilah orang-orang sakit dengan sedekah, dan mohonlah perlindungan kepada-Nya dengan kerendahan hati, dan mohonlah perlindungan dari bencana melalui doa.” ( Kanzul Ummal ).

Kemudian dalam hadits di atas, Rasulullah saw menerangkan dalil dibolehkannya mengumpulkan harta dengan bersabda,” Adanya perintah tentang warisan itu menunjukkan bolehnya seseorang mengumpulkan harta. Lalu apa yang akan dibagi-bagikan sebagai warisan jika seseorang tidak memiliki harta?” Setelah itu Rasulullah memperingatkan dengan bersabda,” Walaupun hal ini dibenarkan, harta bukanlah sesuatu yang baik untuk disimpan, tetapi hendaknya dibelanjakan.”

Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab IV Pentingnya Zakat dan Keutamaannya - Ayat ke-1

Ayat-ayat Mengenai Membayar Zakat

Ayat ke-1
 




“ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” ( QS Al Baqarah 43 )

Keterangan

Maulana Thanwi rah.a menjelaskan bahwa amal ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua bagian, yakni amalan yang bersifat lahiriah dan amalan batiniyah. Amalan lahiriah terbagi menjadi dua bagian, yakni ibadah Badani ( yang dilakukan dengan tubuh ), dan ibadah Maalii ( yang dilakukan dengan harta ). Ayat di atas telah menyebutkan masing-masing dari ketiga jenis amal tersebut. Shalat merupakan ibadah badaniah, dan zakat merupakan ibadah Maaliyah. Sedangkan khusyu dan khudhu’ merupakan ibadah batiniah. Berkenaan dengan masalah tawadhu’ secara batiniah, maka bergaul dengan para ahli tawadhu’ sangat mempengaruhi dan memberikan kesan yang dalam. Oleh karena itu sangatlah tepat ketika ditambah dengan firman,” ..Ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku’.” ( Bayaanul Qur’an ). Menurut keterangan di atas, dalam perkataan bahasa Arab, yang dimaksud dengan ruku’ adalah khusyu’ dan khudhu’, yang berarti kebaktian dan kerendahan hati.

Banyak pelajaran yang didapat dalam ayat ini, di antaranya adalah:
1. Shalat merupakan ibadah yang terpenting. Itulah sebabnya shalat disebut sebagai amalan yang utama.
2. Pada tingkatan yang kedua adalah zakat. Oleh karena itu zakat disebutkan pada nomer dua.
3. Zakat adalah tanda bersyukur atas pemberian Allah swt.
4. Dalam masalah ibadah, ibadah badani mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan ibadah dengan harta. Oleh karena itu, ibadah badani disebutkan pada urutan pertama, sedangkan ibadah maliah di urutan kedua.
5. Amal ibadah jasmaniah secara lahiriah mempunyai nilai lebih tinggi daripada amal ibadah batiniah. Oleh karena itu, “ kerendahan hati” disebutkan pada urutan ketiga.
6. Untuk mewujudkan sifat khusyu’ dan khudhu’ di dalam hati, bergabung dengan jamaah orang-orang yang khusyu’ sangatlah penting. Oleh sebab itu, sebagian ulama menekankan pentingnya tinggal di tempat suluk. Dengan cara tinggal bersama mereka, maka sifat-sifat tersebut akan cepat terwujud.
7. Secara umum, kaum muslimin telah cukup memperhatikan ketiga hal tersebut. Maka dari itu, di semua tempat difirmankan dengan bentuk jamak. Jika direnungkan lebih dalam lagi, masih banyak kemurahan Allah berkenaan dengan hal ini.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa perintah ruku’ adalah ruku’ dalam sholat. Syaikh Abdul ‘Azis rah.a., dalam Tafsir ‘Azizi menerangkan agar kita menegakkan shalat bersama orang-orang yang shalat, yaitu menunaikan shalat dengan cara berjamaah. Shalat berjamaah merupakan suatu keistimewaan tersendiri dalam Islam, sementara agama lain tidak memilikinya. Ayat tersebut menggunakan kata ‘ruku’, karena sebelumnya diterangkan tentang kaum Yahudi. Sedangkan ‘ruku’ tidak ada dalam cara ibadah mereka. Ayat ini secara tidak langsung menyatakan agar mendirikan sholat seperti orang-orang Islam. ( Tafsir ‘Azizi ). Shalat berjamaah sangatlah penting agar shalat kita diterima, sebagaimana telah dijelaskan dalam Kitab Fadhilah Shalat. Sebagian ulama mengatakan bahwa tanpa berjamaah, sholat menjadi tidaklah sempurna.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab IV Pentingnya Zakat dan Keutamaannya - Pendahuluan

Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang sangat penting. Menurut pendapat yang masyhur, Allah swt di dalam Kalam suci-Nya telah berfirman di 82 ayat yang menyebutkan perintah untuk membayar zakat bersamaan dengan perintah mengerjakan shalat. Ini tidak termasuk ayat yang menyebutkan tentang zakat saja. Salah satu hadits Nabi saw yang sangat terkenal menyebutkan bahwa Islam didirikan di atas lima perkara, yakni mengikrarkan kalimat Thayyibah ( Syahadatin ), shalat, zakat, puasa dan haji. Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Allah swt tidak akan menerima sholatnya orang yang tidak menunaikan zakat. Maka dari itu, Allah swt telah menyatukan ( di dalam Al Qur’an ) perintah sholat dengan zakat. Dengan demikian, hendaknya janganlah berusaha untuk membedakan dan atau memisahkan di antara keduanya. ( Kanzul Ummaal ).


Para ulama telah bersepakat bahwa barangsiapa yang mengingkari salah satu di antara keduanya berarti telah kufur. Karena hal ini merupakan lima rukun agama Islam dan merupakan ibadah-ibadah terpenting. Akan tetapi jika diperhatikan dengan seksama, apakah sebenarnya kesimpulan dari hal tersebut? Setelah ikrar atas kehambaan diri kita ( syahadat ), maka hanya ada dua bentuk kehadiran di hadapan Allah swt. Kehadiran pertama adalah kehadiran ruhani melalui shalat. Mengenai hal ini, Rasulullah saw bersabda,” Orang yang shalat, sedang berbincang-bincang dengan Allah swt.” Maka dari itu, shalat dikatakan sebagai Mi’rajul Mu’minin ( Mikrajnya orang beriman ). Kehadiran ini merupakan kesempatan bagi kita untuk menyampaikan dan mengeluhkan segala keperluan dan permasalahan kita kepada Sang Khalik. Oleh karena itu sangatlah penting untuk senantiasa menghadirkan diri kita di hadapan-Nya, karena manusia selalu dipenuhi oleh berbagai masalah. Banyak hadits yang menerangkan tentang masalah ini, yaitu apabila Rasulullah saw dan para Nabi a.s. mempunyai suatu masalah ataupun keperluan dunia, mereka akan mengadu melalui shalat. Dalam kehadiran ini, setelah seorang hamba memanjatkan puja dan puji, lalu ia memohon pertolongan-Nya, Allah pun menunaikan janji-janji-Nya, melalui jawaban-Nya, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits mengenai surat Al Fatihah. Hal tersebut diterangkan dengan jelas. Oleh karena itu, jika diseru dengan ajakan untuk mengerjakan shalat, maka bersegeralah menyambutnya. Kita diseru dengan,” Marilah menuju kemenangan.” Yaitu marilah kita menuju kebahagiaan di dua alam, dunia dan akhirat. Banyak hadits yang menerangkan masalah ini. Dengan menegakkan shalat, kita akan memperoleh kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat, dan yang paling penting, dapat berjumpa dengan Allah swt. Dengan kata lain, kita akan dikaruniai kejayaan agama dan sekaligus dunia. Sedangkan zakat merupakan penyempurna dan pelengkapnya. “ Sedekahkanlah apa yang telah Aku berikan kepadamu dari khazanah-Ku sebanyak dua setengah persen, untuk diberikan kepada fakir miskin yang senantiasa menyebut nama-Ku.” Ini adalah rasa syukur atas pemberian Allah swt dari khazanah-Nya. Hal ini sangat masuk akal, alami dan sesuai dengan adat istiadat. Sebagaimana halnya, para pelayan di istana kerajaan akan mendapatkan pemberian dari kerajaan. Begitu pula, para ‘pelayan’ Sang Maha Raja yakni Allah SWT, yang senantiasa menyebut-nyebut nama-Nya, tentu mereka akan mendapatkan pemberian dari Allah swt.


Oleh karena itu, ditegaskan sekali lagi bahwa banyak ayat di dalam Al Qur’an yang menyebutkan perintah shalat yang diiringi dengan perintah membayar zakat.” Mintalah dan ambillah sesuatu melalui shalat. Dan apa yang telah didapatkan, maka sedekahkanlah sebagian kecil kepada orang yang sering menyebut nama-Ku.” Betapa Allah itu amat lembut serta pengasih dan penyayang, sehingga terhadap pemberian yang sedikitpun tetap diberikan pahala, ganjaran dan masih banyak lagi janji-janji terhadap hal itu.

Kehadiran yang kedua adalah kehadiran jasmani, yaitu hadir di hadapan Baitullah yang sering disebut dengan ibadah haji. Di dalam amalan ini terdapat banyak kesusahan fisik dan pengurbanan harta, sehingga bagi yang sudah mampu hanya diwajibkan menunaikannya sekali saja seumur hidup. Dalam kehadiran di sana, hendaklah seseorang mempersiapkan diri dengan membersihkan segala kotoran yang ada padanya selama beberapa hari. Itulah sebabnya sebelum melaksanakan ibadah haji, diwajibkan berpuasa sebagai pembersih atas segala kotoran kita yang berada di perut dan kemaluan. Selama beberapa hari, kita dianjurkan untuk memperhatikan hal tersebut, sehingga pada saat hadir di Baitullah, kita akan diterima oleh Allah swt. Itulah sebabnya, begitu selesai bulan Ramadhan, bulan haji segera dimulai. Demi kemaslahatan masalah ini, para ahli fikih secara umum telah menyusun rangkaian ibadah ini dalam kitab-kitab mereka.

Selain hal tersebut, masih banyak kemaslahatan yang terdapat dalam ibadah puasa yang tidak dapat kita abaikan. Ayat-ayat Al Qur’an yang berisi ancaman atas tidak ditunaikannya zakat telah diterangkan sebagian dalam Bab II. Sebagian besar ulama berpendapat, bahwa ayat-ayat tersebut memang diturunkan berkenaan dengan tidak dibayarnya zakat. Jika dikutip seluruh ayat-ayat tersebut, jelas tidak memungkinkan. Di sini, hanya akan dikutip sebagian ayat dan hadits yang berkenaan dengan masalah tersebut. Sebenarnya, bagi seorang muslim sejati, satu ayat atau satu hadits Rasulullah saw itu sudah mencukupi baginya. Sebaliknya bagi muslim yang hanya sekedar nama, seluruh Al Qur’an dan kitab-kitab hadits pun tidak bermanfaat apa-apa baginya. Bagi seorang muslim yang taat, cukup dengan mengetahui sekali saja, ia akan memahami bahwa hal ini merupakan perintah Allah swt. Sebaliknya bagi yang tidak taat, beribu-ribu peringatan akan sia-sia belaka.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab III Silaturahmi - Hadits ke-1

 Hadits ke-1

Abu Hurairah r.a., berkata,” Seseorang telah bertanya kepada Rasulullah saw,’ Siapakah yang paling berhak saya perlakukan dengan baik?’ Rasulullah saw bersabda,’ Ibumu.’ Ia bertanya,’ Kemudian siapa?’ Rasulullah saw bersabda,’ Ibumu.’ Ia bertanya lagi,’ Kemudian siapa?’ Rasulullah saw bersabda,’ Ibumu’. Ia bertanya lagi,’ Kemudian siapa?’ Rasulullah saw menjawab,’ Ayahmu’.” Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda,’ Ibumu,’ kemudian,’ Ibu,’ kemudian,’ Ibumu,’ kemudian,’ayahmu, kemudian,’ yang terdekat denganmu.’ ( Siapa saja yang dekat dengan kita, hendaknya kita dahulukan ). ( Hadits muttafaq ‘alaih- Misykat )

Keterangan:

Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama menetapkan bahwa hak seorang ibu untuk diperlakukan dengan baik dan dalam menerima pemberian adalah tiga bagian, sedangkan ayah satu bagian, karena Rasulullah saw menyebutkan ibu sebanyak tiga kali, dan yang keempat kalinya baru ayah. Para ulama menjelaskan bahwa sebabnya adalah, karena para ibu telah mengalami tiga penderitaan untuk anak-anaknya, yakni ketika mengandungnya, ketika melahirkannya dan ketika menyusuinya. Karena itu para ulama fiqih menjelaskan bahwa hak ibu untuk diperlakukan dengan baik dan untuk menerima pemberian harus lebih didahulukan daripada ayah. Jika seseorang, karena ketidakmampuannya tidak bisa berbuat baik kepada orang tuanya, maka berbuat baik kepada ibu hendaknya lebih didahulukan. ( Mazhaahirul Hque ).

Tentunya telah jelas bahwa ibu lebih memerlukan kemurahan dan kedermawanan hati karena ia seorang wanita. Setelah kedua orang tua, keluarga-keluarga yang lain yang paling dekat hendaknya didahulukan. Dalam sebuah hadits disebutkan,” Mulailah berbuat baik kepada ibu, setelah itu kepada ayah, kemudian kepada saudara perempuan, kemudian kepada saudara lain yang terdekat, dan seterusnya. Janganlah melupakan tetangga dan orang-orang yang miskin.” ( Kanzul Ummal )

Bahz bin Hakim rah.a. meriwayatkan dari kakeknya, bahwa ia meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw.,” Wahai Rasulullah, kepada siapa saya harus berbuat baik dan bermurah hati?” Rasulullah saw. bersabda,” Kepada Ibumu.” Ketika kakeknya menanyakan lagi masalah ini, Rasulullah memberikan jawaban yang sama. Ketika kakeknya menanyakan untuk ketiga kalinya, beliau saw. menjawab,” Kepada ayahmu, setelah itu kepada keluargamu yang lain.” Yang paling dekat, hendaknya lebih didahulukan. Dalam sebuah hadits disebutkan,” Seseorang telah datang kepada Rasulullah saw. dan berkata,” Perintahkanlah sesuatu kepada saya untuk saya kerjakan.” Rasulullah saw bersabda,” Bermurah hatilah kepada ibumu.” Setelah bersabda dua atau tiga kali seperti ini, beliau baru bersabda,” Berbuat baiklah kepada ayahmu.” ( Durrul Mantsur ). Dalam sebuah hadits lainnya disebutkan,” Tiga perkara jika ditemukan pada diri seseorang, maka Allah swt akan memudahkan kematian baginya dan memasukkannya ke dalam surga, yakni menyayangi orang yang lemah, menyayangi kedua orang tua dan bermurah hati terhadap bawahan.” ( Misykat )

Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab III Silaturahmi - Ayat ke-2

Ayat ke-2





“ Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka ( tidak ) akan memberi ( bantuan ) kepada kaum kerabat ( nya ), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS An Nuur: 22 )

Keterangan:

Ayat suci ini beserta terjemahannya sudah diterangkan dalam Bab I ayat ke-18. Maksud diulang kembali di sini adalah untuk sekedar mengingatkan agar kita juga memikirkan dan merenungkan kebiasaan para pendahulu kita. Ini juga merupakan anjuran Allah swt sebagaimana disebutkan di atas. Betapa keras dan betapa penting peristiwa itu, di mana istri Rasulullah saw, yaitu ‘Aisyah r.a., Ibu orang-orang mukmin telah difitnah, sedangkan yang menyebarluaskan fitnah tersebut adalah keluarga dekatnya. Padahal semua biaya hidup dari si penyebar fitnah tersebut ditanggung oleh Abu Bakar, ayahanda dari Aisyah r.a. Menghadapi peristiwa tersebut, tentu saja Abu Bakar sangat bersedih. Namun demikian, Allah swt tetap memerintahkan Abu Bakar untuk memberi nafkah kepadanya dan memaafkan perbuatannya. Sebagaimana telah diceritakan sebelumnya, bahkan setelah turunnya ayat itu, Abu Bakar malah menambahkan nafkah/ subsidinya dua kali lipat dibandingkan sebelumnya. Dapatkah kita berbuat seperti itu kepada keluarga kita sendiri ketika seseorang menuduh kita atau keluarga kita telah melakukan perbuatan yang buruk? Bahkan yang sering terjadi adalah, kita akan memusuhi orang tersebut dan bahkan seluruh anggota kerabatnya yang berhubungan dengannya. Kita benar-benar akan memutuskan hubungan dengannya, dan bahkan kita tidak akan mau menghadiri segala undangannya.

Allah swt telah berfirman agar kita tidak memendekkan tangan kita dari memberi bantuan terhadap mereka. Tetapi yang terjadi pada diri kita justru sebaliknya. Namun, bagi orang yang di dalam hatinya terdapat hakikat iman, keagungan Allah dan kebesaran Allah swt, ia akan tetap membantu mereka. Inilah yang disebut taat. Semoga Allah swt Yang Maha Tinggi menurunkan rahmat-Nya dan mengangkat derajat mereka sesuai dengan kemuliaan mereka. Para shahabat Nabi, seperti Abu Bakar juga sama dengan kebanyakan manusia lainnya, yang memiliki sifat marah dan sifat-sifat manusiawi lainnya. Akan tetapi, demi untuk memperoleh keridhaan Allah swt, mereka sanggup untuk mengesampingkan gengsi, nama baik, kecemburuan dan lain-lain.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab III Silaturahmi - Ayat ke-1

Bagian ini merupakan penyempurnaan dari bab-bab sebelumnya. Allah swt dalam kalam suci-Nya dan Rasulullah dalam sabda-sabdanya menekankan silaturahmi ini secara khusus dan memberikan ancaman secara khusus pula kepada orang-orang yang memutuskan silaturahmi. Karena pentingnya masalah ini, pembicaraan ini ditulis dalam bab tersendiri. Rasulullah saw bersabda,” Bersedekah kepada ahli keluarga itu dua kali lipat pahalanya.” ( Kanzul Ummal ).

Ketika Ummul Mukminin Maimunah r.ha. telah memerdekakan seorang hamba sahaya perempuan, maka Rasulullah saw bersabda,” Jika kamu memberikannya kepada pamanmu, itu lebih utama.” ( Kanzul Ummal ). Dalam bersedekah, bila tidak ada ketentuan keagamaan yang lebih penting, maka bersedekah kepada kaum kerabat itu lebih utama daripada kepada orang lain yang bukan kerabat. Tetapi jika untuk kepentingan agama, maka membelanjakan harta di jalan Allah swt, pahala yang akan diperoleh dilipatgandakan 700 kali. Dalam Al Qur’an dan hadits, banyak sekali disebutkan tentang keutamaan menyambung silaturahmi dan ancaman bagi yang memutuskannya.

Ayat ke-1





“ Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberikan pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” ( QS An Nahl: 90 )

Keterangan

Di dalam Al Quran didapati banyak sekali firman Allah swt mengenai perintah dan anjuran untuk menyayangi kaum kerabat dan bersedekah kepada mereka. Selanjutnya di sini akan ditampilkan juga beberapa ayat mengenai masalah tersebut. Ayat-ayat tersebut adalah:


Beberapa ayat di atas sekedar contoh, karena jika ditampilkan semuanya beserta terjemahannya, dikhawatirkan akan terlalu panjang. Jika Allah swt menyebutkan suatu perkara secara berulang-ulang di dalam kalam suci-Nya, maka pasti perkara tersebut sangat penting. Ka’ab Akhbar r.a., berkata,” Demi Dzat yang telah membelah lautan untuk Nabi Musa a.s. dan bani Israel, telah ditulis di dalam Taurat,’ Jika kamu selalu takut kepada Allah swt dan selalu menyambung tali silaturahmi, Aku akan menambah umurmu, Aku akan memudahkan urusan-urusanmu, dan Aku akan menjauhkan dirimu dari kesulitan.’ “
Di beberapa tempat dalam Al Qur’an, Allah swt telah memerintahkan untuk menyambung tali silaturahmi. Allah swt berfirman,”

 


“ Bertaqwalah kepada Allah yang dengan ( mempergunakan ) nama-Nya, kamu saling meminta, dan ( peliharalah ) hubungan silaturahmi.” ( An Nisaa: 1 )

Yakni sambunglah tali silaturahmi dengan mereka dan jangan memutuskan hubungan dengan mereka. Dalam ayat yang lain, Allah swt berfirman:




“ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya.” ( Al Israa 26 )

Yakni tunaikanlah hak saudara-saudaramu dan sambunglah tali silatuahmi.

Di tempat yang lain, Allah swt berfirman:






“ Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberikan pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” ( QS An Nahl: 90 )

Yakni, Allah swt memerintahkan kita untuk mentauhidkan-Nya dan bersaksi dengan Laa ilaaha illallohu, berbuat baik kepada orang lain, memaafkan mereka, menyambung tali silaturahmi dan bersedekah kepada mereka. Setelah memerintahkan tiga perkara, Dia melarang berbuat keji, dosa, kemungkaran dan menzalimi orang lain. Kemudian Allah swt berfirman bahwa perkara-perkara tersebut dinasihatkan kepada manusia, agar manusia mau menerima nasihat-Nya.

Utsman bin Madz’un r.a. berkata,” Saya sangat mencintai Rasulullah saw. Rasulullah selalu menyuruh saya untuk masuk Islam. Karena merasa malu, akhirnya saya pun masuk Islam, tetapi Islam belum masuk ke dalam hati saya. Suatu ketika, saya duduk di samping Rasulullah sambil berbincang dengan beliau. Tiba-tiba di tengah pembicaraan itu, beliau saw melihat ke arah lain sehingga seakan-akan beliau berbicara dengan orang lain. Sebentar kemudian, beliau menghadap ke arah saya lagi dan bersabda,’ Jibril a.s. datang dengan membawa ayat ini:







( An Nahl 90 )

Saya merasa sangat senang setelah mendengar makna yang terkandung di dalamnya, sehingga Islam telah masuk ke dalam hati saya. Setelah bangkit dari tempat itu,saya pergi kepada paman Nabi saw, yaitu Abu Thalib ( yang tidak mau memeluk Islam ), lalu saya berkata kepadanya,” Saya tadi duduk di samping keponakanmu pada saat ayat ini diturunkan kepada beliau.” Ia berkata,” Ikutilah Muhammad, kamu akan memperoleh kejayaan. Demi Allah, terlepas dari apakah ia benar atau salah dalam pengakuannya sebagai Nabi, tetapi ia mengajari kalian kebiasaan yang baik dan akhlak yang mulia.” ( Dari Kitab Tanbihul Ghaafilin ). Inilah nasihat dari seseorang yang belum masuk Islam. Meskipun ia menyangsikan kenabian keponakannya, ia tetap mengakui bahwa ajaran Islam itu merupakan ajaran yang terbaik dan mengajarkan akhlak yang mulia. Tetapi anehnya, pada hari ini orang Islam justru berakhlak buruk.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab II Celaan Terhadap Kebakhilan/ Kekikiran - Hadits ke-1

Hadits-Hadits Mengenai Kebakhilan

Hadits ke-1

Dari Abu Sa’id r.a., berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,” Dua kebiasaan yang tidak bisa berkumpul dalam diri seorang mukmin, yaitu kikir dan akhlaq yang buruk. ( Hadits Riwayat Tirmidzi- Misykat)

Keterangan

Berbuat bakhil/ pelit dan berakhlaq buruk sama sekali bukanlah sifat seorang mukmin. Orang yang berbuat demikian hendaklah meneliti imannya. Orang yang seperti ini dikhawatirkan akan kehilangan iman. Karena, setiap perbuatan baik akan menyebabkan orang yang melakukannya akan melakukan perbuatan baik lainnya. Demikian juga dengan perbuatan buruk, pun akan menyebabkan dilakukannya perbuatan buruk lainnya. Dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa Nabi saw bersabda,” Syuhh ( tingkatan tertinggi sifat kikir ) tidak bisa berkumpul dengan iman.” ( Misykat ). Karena antara syuhh dan iman sangat bertolak belakang, maka keduanya tidak dapat berkumpul. Sebagaimana berkumpulnya air dan api, yang lebih kuat tentu akan mengalahkan dan membinasakan yang lemah. Jika airnya lebih banyak, maka air itu akan memadamkan api. Sebaliknya jika apinya lebih banyak, maka akan membakar air. Dua benda tersebut memiliki sifat yang bertentangan. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa setiap wali yang diciptakan Allah swt, pasti memiliki dua karakter, yaitu kedermawanan dan akhlaq yang baik. ( Kanzul Ummaal )

Dalam hadits yang lain lagi dikatakan,” Tidak ada seorang wali Allah pun yang diciptakan tanpa memiliki sifat dermawan.” ( Kanzul Ummal ). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa orang yang dekat dengan Allah dan cinta kepada-Nya, maka hatinya selalu ingin membelanjakan hartanya untuk makhluq-makhluq-Nya. Karena di antara sesuatu yang harus dikerjakan sebagai bukti cinta kepada-Nya adalah membelanjakan harta yang dicintai kepada keluarga dan kerabat. Jika semua makhluk itu merupakan keluarga Allah swt, maka hati seorang wali pasti ingin membelanjakan hartanya untuk makhluk-Nya. Orang yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah swt, hatinya selalu ingin membelanjakan hartanya untuk mencari ridha-Nya. Dan jika hatinya tidak ingin membelanjakan hartanya, tenttu saja ini merupakan pertanda bahwa cintanya kepada harta melebihi cintanya kepada Allah swt, dan pengakuannya bahwa ia mencintai Allah adalah pengakuan yang dusta.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

This blog wanna share to all of you about greatness and amazing benefit of sedekah or giving. You wanna find that if we make sedekah, it will not decrease your wealth.

Let's read and get yourself enlightened !!

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP