Senin, 07 September 2009

Bab VI Anjuran Supaya Zuhud, Qan'ah dan Tidak Meminta-minta

Keutamaan qana'ah, dorongan dan anjuran agar bersabar ketika menghadapi musibah, dan celaan terhadap orang yang meminta-minta, ketiga perkara ini banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi saw. dengan bentuk dan kandungan yang berbeda-beda, baik melalui tamsil, peringatan, atau dalam bentuk kisah. Sehingga, meskipun ketiga perkara ini telah diringkas dalam buku ini, tetap saja merupakan buku yang tebal.
Di bagian terakhir Bab II telah dijelaskan bahwa di dalam harta terdapat manfaat dan terdapat bahaya. Harta adalah racun, tetapi juga ada penawarnya. Rasulullah saw. bersabda, "Bagi setiap umat terdapat fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta." Karena itu, sangat penting menjaga diri dari fitnah dan racun yang berupa harta tersebut. Sebagaimana ular, bagi orang yang dapat menjadikannya sebagai obat, tentu akan berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Jika tidak, ia akan menjadi racun yang dapat membinasakan dirinya dan merugikan orang lain. Rasulullah saw. bersabda, "Harta itu hijau dan manis. Jika ia dihasilkah dengan cara yang hak (yakni sesuai dengan aturan dan syari'at) dan dibelanjakan sesuai dengan syari'at pula, maka akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita dan menjadi penolong kita. Dan barangsiapa yang memperolehnya tidak dengan cara yang hak, maka sama halnya dengan orang yang terkena penyakit ju'ul-baqar, yaitu orang yang terus-menerus makan, tetapi tidak pernah kenyang." (Misykat).

Imam Ghazali rah.a. berkata, "Di dalam harta ada manfaat, juga ada madharatnya. Perumpamaannya seperti ular. Barangsiapa yang mengetahui mantranya, ia dapat menangkap ular dan mencabuti giginya, lalu ia akan membuat obat penawar racun darinya. Jika orang yang tidak mahir menangkap ular, tetapi begitu melihat ular langsung menangkapnya, maka ular itu akan mematuknya sehingga ia akan binasa. Orang yang memperhatikan lima perkara berikut ini, dialah yang selamat dari racun harta:
1. Mengetahui maksud dan tujuan diciptakannya harta sehingga dalam menggunakannya akan sesuai dengan maksud dan tujuan harta itu diciptakan.
2. Memperhatikan betul-betul dari mana harta itu berasal dan bagaimana cara mendapatkannya. Jangan sampai harta itu tercampur dengan harta yang tidak benar dalam mendapatkannya, misalnya hadiah yang diragukan asal-usulnya, apakah harta itu berasal dari suap atau meminta-minta, sehingga dikhawatirkan akan menjadi sebab kehinaan kita.
3. Tidak menyimpan harta melebihi keperluan. Hendaknya menyimpan harta sekadar yang diperlukan, dan selebihnya segera disedekahkan.
4. Memperhatikan untuk apa harta itu dibelanjakan, jangan sampai harta itu dibelanjakan tidak pada tempatnya atau dibelanjakan yang tidak diperbolehkan oleh syariat.
5. Niat senantiasa harus ikhlas, baik dalam mencarinya, membelanjakannya, menyimpannya sekadar yang diperlukan. Semuanya itu hendaknya semata-mata untuk mencari ridha Allah swt. Apa saja yang disimpan atau digunakan sendiri, hendaknya hanya untuk memperoleh kekuatan dalam mentaati Allah swt.. Sedangkan yang melebihi keperluan, anggaplah sebagai barang sia-sia dan permainan, lalu secepatnya disedekahkan. Anggaplah harta yang berlebih itu sebagai sesuatu yang hina jika disimpan, sehingga harta itu perlu segera disedekahkan. Jangan sampai beranggapan bahwa harta yang berlebih itu sebagai sesuatu yang sangat berharga. Jika kita memiliki harta yang tidak berlebihan, maka harta yang demikian ini tidak berbahaya bagi kita. Ali r.a. berkata, "Jika ada orang yang mengambil harta seluruh dunia semata-mata karena Allah swt. (bukan untuk kepentingan pribadi), ia adalah seorang ahli zuhud. Dan jika ada orang yang tidak mengambil harta meskipun hanya sedikit, tetapi apa yang dilakukannya itu bukan karena Allah (yakni untuk tujuan keduniaan seperti meraih kedudukan dan sebagainya), maka ia adalah seorang ahli dunia." (Ihya').
Dalam sebuah hadits disebutkan, "Harta itu hijau dan manis. Barangsiapa yang memperolehnya dengan cara yang hak, harta itu akan menjadi keberkahan baginya." Dalam hadits yang lain disebutkan, "Betapa baiknya dunia ini sebagai tempat tinggal bagi orang yang menjadikannya sebagai bekal untuk akhirat, dan menyebabkan Allah swt. ridha. Dan betapa buruknya dunia ini sebagai tempat tinggal bagi orang yang terpikat dengannya sehingga melalaikannya dari akhirat, dan menyebabkan kelalaiannya dalam mencari ridha Allah swt." (Kanzul-'Ummal).
Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa pada hakikatnya harta itu bukanlah sesuatu yang buruk, tetapi merupakan sesuatu yang baik, banyak manfaatnya, baik untuk kepentingan dunia dan agama. Sehingga, banyak hadits-hadits yang menganjurkan agar kita mencari rezeki agar memperoleh harta. Akan tetapi, karena di dalam harta juga terdapat racun, padahal di dalam hati manusia pada umumnya terdapat penyakit, maka dalam Al-Qur'an dan hadits diingatkan agar kita jangan menumpuk-numpuk harta. Harta yang berlebihan tidak akan mendatangkan manfaat, bahkan akan membinasakan. Karena itu, Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang dicintai Allah swt., Allah akan menjaganya dan menyelamatkannya dari dunia sebagaimana kalian menjaga orang-orang sakit agar tidak terkena air." (Misykat). Air sangatlah diperlukan dalam kehidupan. Tanpa air, kehidupan tidak akan berlangsung. Meskipun demikian, ketika dokter mengatakan bahwa air berbahaya bagi orang yang sedang sakit, maka air perlu dijauhi. Pada umumnya, dengan banyaknya harta yang berlebihan, banyak sekali kerugian yang akan diperoleh. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah orang yang hatinya tidak bersih sangat mudah terpengaruh oleh akibat buruk dari harta benda. Karena itulah Rasullah saw. bersabda, "Adakah di antara kalian yang berjalan di atas air tetapi kakinya tidak basah?" Para sahabat berkata, "Ya Rasulullah, tidak ada orang yang seperti itu." Rasulullah saw. bersabda, "Demikianlah keadaan ahli dunia, sulit baginya untuk menghindari dosa." (Misykat). Kenyataannya memang demikian, banyak orang yang menjadi kikir, hasud, congkak, iri hati, riya', bangga diri, penyakit-penyakit hati lainnya, dan berbagai jenis dosa yang disebabkan oleh harta. Demikian pula dengan minuman keras, berjudi, riba, dan berbagai macam dosa syahwat banyak disebabkan oleh harta. Jika cinta kepada harta telah bersemayam di hati, semakin banyak harta yang dimilikinya, ia akan semakin berusaha untuk mencarinya lebih banyak. Dalam beberapa hadits, Rasulullah saw. bersabda, "Jika seseorang memiliki dua lembah emas, ia akan mencari lembah yang ketiga." Pengalaman dan kenyataan di dunia ini menunjukkan bahwa orang selalu saja merasa tidak cukup dengan jumlah uang yang telah dimilikinya, kecuali orang yang dikasihi Allah swt.. Atas dasar inilah di dalam Al-Qur'an dan hadits banyak terdapat anjuran agar kita bersikap qana'ah untuk mengurangi penyakit ju'ul-baqar. Maka, hakikat dunia, kotorannya, dan kehancurannya perlu dijelaskan agar kecintaan terhadapnya berkurang. Jangan sampai kita mencintai sesuatu yang akan hilang dan akan musnah, tetapi yang perlu kita cintai adalah sesuatu yang kekal abadi dan selalu bermanfaat. Banyak anjuran dan dorongan agar kita bersabar dalam hal harta benda sehingga kita tidak lagi beranggapan bahwa kurangnya harta benda yang kita miliki tidak dianggap sebagai musibah. Bahkan, terkadang kekurangan harta benda ini mengandung hikmah yang besar dari Allah swt.. Allah swt. berfirman:
"Dan jika Allah melapangkan rezeki hamba-hamba-Nya, tentu mereka akan melampaui batas di muka bumi." (Q.s. Asy-Syura: 27).
Hati manusia selalu condong kepada harta benda. Dalam mencari harta benda, meminta-minta itu dilarang oleh agama. Pembahasan tentang buruknya meminta-minta telah banyak disebutkan. Karena cinta terhadap harta, dan pikiran pun selalu berusaha memperbanyak harta, banyak sekali orang yang tidak malu-malu meminta-minta, meskipun tidak dalam keadaan terpaksa. Tanpa harus bersusah-payah, hanya dengan menggerakkan lidahnya saja, orang yang meminta-minta dapat memperoleh harta benda.
Selanjutnya, di bawah ini akan dibahas tentang qana'ah, sabar dalam menghadapi musibah, dan celaan kepada orang yang meminta-minta.

Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab VII Kisah Para Ahli Zuhud dan Dermawan - Kisah ke-1

Di dalam bab ini akan diketengahkan berbagai kisah tentang para ahli zuhud dan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah swt.. Mereka adalah orang-orang yang telah memahami hakikat dunia dan akhirat, sehingga mereka membenci dunia, kampung tipu daya. Di dunia ini, yang mereka usahakan adalah mempersiapkan kehidupan untuk kampung akhirat. Dilihat dari mafhum dan bentuk amalnya, zuhud dan kedermawanan merupakan dua perkara yang berbeda. Tetapi jika dilihat dari tujuan akhirnya merupakan dua perkara yang sama. Karena, jika di dalam diri seseorang terdapat sifat zuhud (tidak mencintai dunia), ia tentu akan memiliki sifat dermawan. Jika ia tidak suka menyimpan harta benda, ia tentu akan menginfakkan harta benda tersebut. Dengan demikian, orang yang memiliki sifat dermawan hanyalah orang yang tidak mencintai dunia. Semakin seseorang mencintai dunia, ia tentu akan semakin bakhil. Berdasarkan kaidah inilah maka kisah-kisah mengenai dua perkara ini dikumpulkan menjadi satu. Karena itulah di dalam risalah ini, yakni di dalam Fadhilah Sedekah ini, disebutkan pula ayat-ayat dan hadits-hadits mengenai zuhud karena hiasan bagi orang yang tidak mencintai dunia adalah suka menginfakkan hartanya di jalan Allah swt.. Selagi seseorang cinta kepada dunia, selama itu pula ia tidak ingin membelanjakan hartanya di jalan Allah swt.. Jika suatu ketika ia menginginkannya, maka tabiatnya tentu tidak akan membiarkannya. Hal inilah yang oleh Rasulullah saw. diumpamakan dengan sebuah contoh yang sangat bagus. Beliau bersabda, "Perumpamaan orang yang bakhil dan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah swt. bagaikan dua orang yang dipakaikan kepada keduanya dua baju besi yang membelenggunya, sehingga kedua tangannya menempel di dadanya, tidak berada di luar baju besi itu. Jika seseorang yang ahli sedekah menginfakkan hartanya, baju besi itu akan terbuka dengan sendirinya (tanpa susah payah, tangan itu akan keluar dari baju besi itu). Sedangkan orang bakhil bila ingin bersedekah, baju besi itu akan lebih membelenggunya, sehingga tangannya tidak bisa digerakkan di tempatnya." (Misykat). Maksudnya, jika orang yang dermawan ingin bersedekah, hatinya akan bergembira sehingga ia akan bersedekah tanpa merasa keberatan sedikit pun. Sedangkan orang yang bakhil, jika didorong, mendengar pembicaraan, atau karena alasan yang lain supaya bersedekah, maka dari dalam dirinya akan ada sesuatu yang mengekangnya seperti baju besi yang membelenggu badannya dan mengikat tangannya. Ketika tangan ingin dikeluarkan dari dalam baju besi itu dengan kuatnya, yakni hati berusaha untuk memahamkannya, tetapi ia tidak mau mendengarkannya, dan tangannya tidak mau bergerak. Ini adalah contoh yang sesuai dengan kenyataan. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa ada orang-orang bakhil yang ingin bersedekah, tetapi tangannya tidak mau digerakkan. Ketika ada kesempatan untuk membelanjakan harta sepuluh rupee, tetapi yang mampu diinfakkan hanya sepuluh sen.

Kisah ke-1
Selama masa hidupnya, kisah-kisah tentang kedermawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. begitu banyaknya, sehingga sangat sulit untuk dikumpulkan menjadi satu. Salah satu kisah yang masyhur adalah pada waktu perang Tabuk, ketika Rasulullah saw. menghimbau untuk mengumpulkan bantuan, Abu Bakar r.a. telah mengumpulkan semua harta benda yang ada di rumahnya, lalu diberikan kepada Rasulullah saw.. Dan ketika Rasulullah saw. bertanya, "Wahai Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan di rumahmu?" Ia menjawab, "Allah swt. dan Rasul-Nya (yakni perbekalan yang berupa keridhaan-Nya dan Rasul-Nya) ada di rumah. Kisah ini telah disebutkan di dalam kitab Hikayatush-Shahabat secara terperinci. Saya juga telah menuliskan kisah sahabat yang lain di dalam kitab tersebut. Jika kita membacanya, kita akan mengetahui bahwa ikram, kasih sayang, dan membelanjakan harta di jalan Allah swt. merupakan bagian dari kehidupan para sahabat r.hum.. Jika kita bisa meniru sedikit saja, kita tidak tahu apakah yang akan dikatakan orang-orang tentang diri kita. Akan tetapi, kisah-kisah semacam itu bagi para sahabat merupakan perkara yang biasa, khususnya bagi Abu Bakar Shiddiq r.a.. Adakah keterangan yang lebih jelas daripada yang difirmankan Allah swt. sendiri di dalam Al-Qur'an?
"Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Mahatinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan." (Q.S. Al-Lail: 17-21)
Ibnu Jauzi rah.a. berkata, "Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar Shiddiq r.a.. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, "Harta seseorang tidak memberikan manfaat bagiku sebanyak harta Abu Bakar r.a." Setelah mendengar sabda Rasulullah saw. tersebut, Abu Bakar Shiddiq r.a. menangis dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah diri saya dan harta saya menjadi milik selain engkau?" Sabda Nabi saw. ini banyak diriwayatkan dari beberapa sahabat dalam beberapa riwayat. Di dalam sebuah riwayat dari Sa'id bin Musayyab rah.a. terdapat tambahan, "Rasulullah saw. menggunakan harta Abu Bakar r.a. seperti ketika menggunakan hartanya sendiri." Urwah r.a. berkata, "Ketika Abu Bakar r.a. masuk Islam, ia mempunyai uang sebanyak 40.000 dirham, semuanya dibelanjakan untuk Rasulullah saw. (yakni dalam keridhaan Rasululullah saw.). Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ketika ia masuk Islam, ia mempunyai uang sebanyak 40.000 dirham. Dan pada waktu hijrah, yang tersisa hanya 5000 dirham. Harta itu digunakan untuk memerdekakan hamba-hamba sahaya (yang disiksa karena masuk Islam) dan untuk keperluan agama. (Tarikhul-Khulafa')
Abdullah bin Zubair r.huma. berkata bahwa Abu Bakar Shiddiq r.a. selalu membeli hamba sahaya yang lemah lalu memerdekakannya. Ayahnya, Abu Quhafah r.a., berkata, "Jika kamu ingin memerdekakan hamba sahaya, merdekakanlah hamba sahaya yang kuat-kuat, karena dia akan bisa membantumu dan bisa berguna bagi kita. Abu Bakar Shiddiq r.a. menjawab, "(Saya tidak memerdekakan budak untuk diri saya), tetapi saya memerdekakannya untuk mencari keridhaan Allah swt." (Durrul-Mantsur). Di sisi Allah swt., pahala membantu orang-orang yang lemah lebih banyak daripada membantu orang-orang yang kuat.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak seorang pun yang telah berbuat baik kepadaku dan aku belum membalas kebaikannya. Tetapi kebaikan Abu Bakar r.a. menjadi tanggung jawabku (beliau tidak bisa membalasnya). Allah swt. sendirilah Yang akan membalas kebaikannya pada hari Kiamat. Harta seseorang tidak memberikan manfaat bagiku sebanyak manfaat yang di berikan oleh harta Abu Bakar r.a." (Tarikhul-Khulafa')





Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab V Ancaman Bagi Yang Tidak Berzakat - Ayat ke-1 & 2

Di dalam Al-Qur'an bahyak sekali disebutkan tentang ancaman bagi orang-orang yang tidak menunaikan zakat. Para ulama juga banyak yang menjelaskan tentang masalah ini. Sebagian dari masalah ini telah ditulis dalam Bab II, yakni tentang ancaman bagi orang-orang yang tidak mau menginfakkan harta mereka. Dengan demikian jelaslah bahwa ancaman-ancaman yang telah dibicarakan itu ditujukan kepada orang-orang yang tidak menunaikan zakat.

Ayat ke-1

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, 'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.'" (Q.s. At-Taubah: 34-35)

Ayat ini telah diketengahkan dalam Bab II Ayat ke-5. Para sahabat r.hum. dan para ulama telah sepakat bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah zakat. Adapun adzab yang pedih sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut ditujukan bagi orang-orang yang tidak menunaikan zakat, sebagaimana telah dijelaskan dalam keterangan mengenai ayat tersebut. Dalam beberapa hadits Nabi saw. dijelaskan bahwa bentuk adzab yang disebutkan dalam ayat suci tersebut adalah bahwa hartanya akan dipanaskan lalu diseterikakan di dahi dan lambung orang tersebut. Inilah adzab bagi yang tidak menunaikan zakat. Semoga Allah dengan limpahan karunia-Nya menjaga kita dari adzab tersebut. Disentuh dengan kawat yang dipanaskan saja tentunya merupakan penderitaan yang tidak terperikan, apalagi jika harta itu dipanaskan kemudian diseterikakan kepada orang yang tidak mau membayar zakat, tentu sangat mengerikan. Bahkan dengan menyimpan emas dan perak selama beberapa hari saja, adzab yang akan ditimpakan kepadanya sangatlah pedih.

Ayat ke-2


 



“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah swt berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apayang kamu kerjakan." (Q.s. Ali 'Imran: 180).

Ayat suci ini telah dikutip secara lengkap pada bab kedua ayat ketiga. Hadits berikut yang diriwayatkan oleh Bukhari menguatkan hadits di atas. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa dikaruniai harta oleh Allah swt., tetapi tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat nanti, harta tersebut akan berubah menjadi seekor ular yang dikalungkan di lehernya. Dan.ular tersebut akan berkata, 'Aku ini adalah hartamu, dan aku adalah harta simpananmu."
Ketika seekor ular terlihat di dalam sebuah rumah, maka orang akan merasa takut masuk ke dalamnya dalam kegelapan. Akan tetapi, Rasulullah saw. telah bersabda bahwa apabila seseorang tidak membayar zakat atas hartanya, dan. menyimpannya sebagai harta yang terpendam, maka pada hari Kiamat, harta tersebut akan berubah menjadi seekor ular yang melilit di lehernya. Apabila dalam sebuah rumah terdapat seekor ular, maka terdapat dua kemungkinan, yakni ular tersebut menyerang kita atau tidak menyerang kita. Akan tetapi, dalam keadaan seperti itu, orang pasti sudah merasa ketakutan, dan selalu waspada melihat di sekelilingnya, serta merasa khawatir kalau-kalau ular tersebut muncul dari lubang-lubang yang tidak diketahuinya. Sedangkan adzab bagi orang yang tidak membayar zakat, yakni berbentuk seekor ular yang melilit di leher merupakan sebuah kepastian. Anehnya, kita tidak takut terhadap ancaman ini.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab IV Pentingnya Zakat dan Keutamaannya - Ayat ke-2

Ayat ke-2



“ Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” ( QS Al A’raaf: 156 )

Dinukilkan dari Hasan rah.a. dan Qatadah rah.a. bahwa rahmat Allah swt di dunia meliputi semua orang, baik orang sholeh maupun orang jahat. Akan tetapi, di akhirat, rahmat Allah swt hanya akan diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa saja. Pada suatu ketika, seorang Arab Badui datang ke masjid Nabawi dan setelah sholat ia berdoa,” Ya Allah, turunkanlah rahmat-Mu kepadaku dan Muhammad saw saja dan jangan biarkan orang lain mendapatkan bagian rahmat-Mu bersama kami.” Mendengar doa orang tersebut, Rasulullah saw. bersabda,” engkau telah membatasi keluasan ramat Tuhanmu. Allah swt membagi rahmat-Nya menjadi seratus bagian. Satu rahmat telah diturunkan di dunia dan dibagi ke seluruh dunia. Oleh karena itu, seluruh makhluk baik jin, manusia ataupun binatang saling menyayangi. ( kepada anak-anak mereka, sanak keluarga dan yang lain ). Sedangkan 99 bagian rahmat sisanya, disimpan di sisi-Nya.”
Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa rahmat Allah ada seratus bagian. Satu bagian telah diturunkan kepada seluruh makhluk, sehingga dengannya mereka saling mengasihi, dan bahkan hewan-hewan pun mengasihi anak-anaknya. Di samping itu, Allah swt masih menyimpan 99 bagian yang akan diberikan pada hari kiamat. Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang hal ini. ( Durrul Mantsur )

Sungguh suatu hal yang menggembirakan betapa ibu begitu sayang kepada anak-anaknya, sampai-sampai sedikit saja anak mengalami kesusahan, maka ia atidak akan merasa tenang. Seorang ayah pun akan merasa sedih jika anak-anaknya mengalami suatu musibah. Demikian pula terhadap kaum kerabat, keluarga, suami istri, atau orang lain akan merasa kasihan apabila melihat yang lain mengalami kesusahan. Semua ini merupakan perwujudan dari rahmat Allah swt yang diletakkan di dalam hati makhluknya. Jika rahmat di seluruh dunia ini dikumpulkan menjadi satu, maka jumlahnya itu hanya satu persen dari rahmat Allah keseluruhan, sedangkan sisanya yang 99 persen, masih tersimpan di sisi-Nya. Betapa tidak malu dan betapa zalimnya jika ada orang yang tidak menghiraukan perintah Dzat Yang Maha Penyayangdan Maha Pengasih. Apabila ada seorang ibu yang sangat sayang kepada anaknya, kemudian anaknya itu tidak menghiraukan perintah-perintahnya, maka alangkah sedih hati ibu itu. Padahal kasih sayang seorang ibu, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kasih sayang Allah swt. Oleh karena itu , bisa dibayangkan jika manusia melalaikan perintah-perintah-Nya.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab II Celaan Terhadap Kebakhilan/ Kekikiran - Ayat ke-1

Dari semua ayat dan hadits mengenai membelanjakan harta di jalan Allah SWT, yang telah disajikan dalam Bab I, jelaslah bahwa faedah, keutamaan dan kebaikan membelanjakan harta di jalan Allah ini sangat banyak. Maka jika seseorang mengabaikan sedekah, manfaat-manfaat itu tentu saja tidak akan diperoleh. Di samping memperoleh celaan, orang yang tidak mau bersedekah akan mengalami kerugian yang sangat besar. Untuk itu, Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan ancaman secara khusus terhadap perbuatan bakhil dan menyimpan harta. Pada dasarnya, ancaman ini sebagai wujud kasih sayang-Nya terhadap umat ini agar tidak terjerumus ke dalam penyakit yang membinasakan ini. Setiap pokok persoalan telah disebutkan di dalam Al Qur’an dan hadits dengan sebanyak-banyaknya. Dengan judul yang berbeda-beda, kita telah dianjurkan berbuat kebaikan dan kita juga diperingatkan supaya meninggalkan segala macam keburukan. Tetapi sulit untuk membicarakan satu pokok persoalan secara keseluruhan. Sebagai contoh, di sini akan ditulis beberapa ayat dan hadits.

Ayat-ayat Al Qur'an Mengenai Kebakhilan

Ayat ke-1

“ Dan belanjakanlah ( harta bendamu ) di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” ( Al Baqarah: 195 )

Keterangan
Ayat ini telah diketengahkan dalam Bab I ayat ke -3. Dalam ayat ini telah dinyatakan bahwa orang yang tidak membelanjakan hartanya di jalan Allah, berarti telah menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan dan kehancuran. Sebagaimana telah diriwayatkan dari para shahabat r.hum secara terperinci, orang yang mengumpulkan harta berarti menginginkan kebinasaan dan kehancuran bagi dirinya. Akan tetapi, berapa banyak manusia yang setelah tahu bahwa perbuatan ini merupakan penyebab kebinasaan dan kehancuran, lalu menghindarinya dan tidak mengumpulkan harta? Adakah penyebab yang lain selain kelalaian telah menutupi hati mereka? Dengan tangan kita sendiri, kita telah mencampakkan diri kita ke dalam kebinasaan.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab I Keutamaan Menginfakkan Harta - Hadits ke-1

Hadits-hadits Mengenai Menginfakkan Harta

Hadits ke-1


Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw., bersabda,” Seandainya aku mempunyai emas sebesar Gunung Uhud, sungguh aku gembira apabila ia tidak berada di sisiku selama 3 malam, kecuali yang aku sediakan untuk membayar hutang.” ( Bukhari- Al Misykat )

Penjelasan:

Gunung Uhud adalah Gunung terbesar di Madinah. Nabi saw bersabda,” Seandainya aku mempunyai emas sebesar Gunung Uhud, dalam 3 hari emas tersebut akan aku bagikan semua, tidak sedikitpun aku sisakan untuk diriku.” Tiga hari bukanlah batasan. Akan tetapi, untuk menginfakkan harta yang begitu banyak, tentu saja memerlukan waktu. Adapun jika seseorang mempunyai tanggungan hutang, lalu pada saat tersebut, orang yang meminjami tidak ada, sedangkan melunasi hutang lebih diutamakan daripada membayar sedekah, maka yang demikian itu merupakan masalah yang lain. Di dalam hadits ini terdapat anjuran agar kita menginfakkan harta sebanyak-banyaknya di jalan Allah SWT. Dan disimpulkan pula bahwa membayar hutang supaya lebih didahulukan daripada bersedekah. Inilah kebiasaan Rasulullah yang tidak suka menyimpan sesuatu di rumahnya.

Anas r.a. adalah seorang pelayan khusus Rasulullah yang sangat termasyhur pelayanannya kepada beliau. Ia berkata bahwa Nabi saw. tidak pernah menyimpan sesuatu apapun untuk esok hari. Diriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu ketika Nabi saw telah diberi tiga ekor burung sebagai hadiah. Nabi pun menghadiahkan salah seekor burung tersebut kepada pelayannya. Keesokan harinya, pelayan tersebut membawa seekor burung yang lainnya dan menghadap Nabi saw. Beliau saw. bersabda,” Belumkah aku beritahukan kepadamu agar tidak menyimpan sesuatu sampai hari esok? Sesungguhnya rezeqi untuk hari esok, Allah sendiri yang akan mengaruniakannya.”
Samurah r.a. meriwayatkan sabda Nabi saw,” Kadang-kadang saya pulang ke rumah hanya untuk melihat kalau-kalau ada sesuatu yang tertinggal di dalamnya, dan saya takut jangan-jangan kematian saya datang ketika barang tersebut masih ada pada saya.” ( Kitab Targhib ).

Abu Dzar Al Ghifari r.a. adalah seorang shahabat terkenal dan termasuk golongan shahabat yang sangat zuhud. Banyak sekali kisah darinya yang menakjubkan tentang permusuhannya dengan harta. Diriwayatkan dari Abu Dzar, bahwa suatu ketika ia bersama Rasulullah saw melihat Gunung Uhud dan Nabi bersabda,” Seandainya Gunung Uhud ini diubah menjadi emas untukku, maka aku tidak suka 1 dinar pun tertinggal di sampingku lebih dari 3 hari, kecuali yang aku simpan untuk melunasi utang.” Kemudian Rasul kembali bersabda,” Orang yang memiliki harta yang sangat banyak, biasanya memiliki sedikit pahala, kecuali orang yang berbuat begini dan begitu..”. Perawi hadits ini telah mengisyaratkan berbuat begini dan begitu dengan menggabungkan kedua telapak tangannya dan menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. Maksudnya memberi kepada orang-orang yang ada di sebelah kanan maupun kirinya, sepenuh telapak tangannya. Maksud lainnya adalah memberi sebanyak-banyaknya kepada orang lain. ( Bukhari )

Di dalam Kitab Misykat terdapat pula kisah mengenai Abu Dzar r.a., bahwa pada jaman Khalifah Utsman r.a., ia pernah datang kepadanya. Pada saat itu Utsman r.a. bertanya kepada Ka’ab r.a.,” Abdurrahman telah meninggal dunia dan ia meninggalkan sedikit warisan. Bagaimanakah pendapatmu?” Ka’ab r.a. menjawab,” Kalau Abdurrahman r.a. menunaikan hak-hak Allah yang ada di dalam harta itu, maka tidaklah mengapa.” Ketika itu Abu Dzar sedang membawa sebatang tongkat, kemudian ia memukulkan tongkat tersebut kepada Ka’ab r.a., seraya berkata,” Saya mendengar langsung dari Rasulullah saw., bahwa beliau bersabda,’ Seandainya gunung ini dijadikan emas untukku, kemudian aku menginfakkan semuanya dan infakku diterima, meskipun hanya enam uqiyah, aku tidak suka meninggalkannya di belakangku.’ Kemudian Abu Dzar r.a., berkata kepada Utsman r.a.,” Bicaralah dengan bersumpah, tidakkah engkau telah mendengar hadits ini sebanyak 3 kali dari Rasulullah saw?” Utsman r.a. menjawab,” Benar, aku telah mendengarnya.”

Kisah lain tentang Abu Dzar r.a., di dalam Shahih Bukhari dan kitab lainnya, bahwa Ahnaf bin Qais r.a., berkata, “ Ketika di Madinah, saya duduk bersama sekelompok orang-orang Quraisy. Seseorang telah datang dalam keadaan kusut rambutnya, bajunya kasar, keadaannya acak-acakan, wajahnya biasa dan sangat sederhana. Ia berdiri di dalam majelis, lalu memberi salam, kemudian berkata,” Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang mengumpulkan harta, bahwa sebuah batu akan dipanaskan dengan api neraka jahannam, kemudian batu itu akan diletakkan di atas dada mereka. Sehingga karena berat dan panasnya api, daging mereka akan menjadi merah dan mendidih, kemudian daging tersebut hancur lebur dan mengalir di atas dada mereka.” Sesudah mengucapkan kalimat tersebut, ia berjalan ke sebuah tiang masjid dan duduk di dekatnya. Ahnaf r.a. berkata,” Saya tidak mengenal orang itu. Siapakah dia?” Lalu Ahnaf pun mendekati orang tua itu dan ikut duduk di dekat tiang masjid, lalu berkata kepada orang tua tersebut,” Orang-orang itu tidak menghiraukan perkataanmu, bahkan mereka tidak suka dengan perkataanmu tadi.” Ia menjawab,” Mereka adalah orang-orang bodoh, tidak paham apa-apa.” Kekasihku yang berkata seperti itu kepadaku. Ahnaf r.a. bertanya,” Siapakah kekasihmu itu?” Ia menjawab,” Rasulullah saw.” Rasulullah saw bersabda,” Wahai Abu Dzar, apakah kamu melihat Gunung Uhud itu?” Saya ( Abu Dzar ) menyangka bahwa Nabi saw bermaksud mengirim saya untuk suatu pekerjaan di tempat tersebut. Saya pun menjawab,” Ya saya melihatnya.” Setelah itu, Nabi saw bersabda,” Seandainya saya memiliki emas sebesar gunung Uhud, saya akan menafkahkan semuanya, kecuali 3 dinar ( Adapun penjelasannya ada dalam riwayat lain ).” Lalu Abu Dzar r.a. berkata,” Tetapi mereka tidak memahaminya dan tetap menyimpan dan mengumpulkan dunia. Demi Allah, saya tidak akan meminta dunia dari mereka dan juga tidak akan meminta fatwa agama dari mereka. ( Maka mengapa saya harus ragu sehingga saya berkata apa adanya. Saya harus berkata dengan tegas ). ( Diambil dari Kitab Fathul Baari ).
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

Bab I Keutamaan Menginfakkan Harta - Ayat ke-1

Di dalam kalam suci Illahi dan di dalam sabda-sabda Rasul-Nya yang terpercaya terdapat dorongan dan keutamaan menginfakkan harta. Dorongan dan pembicaraan tentang masalah tersebut sedemikian banyaknya hingga tak terbatas. Dengan memperhatikan masalah tersebut, diketahuilah bahwa harta bukanlah untuk disimpan, tetapi diciptakan untuk diinfakkan di jalan Allah SWT. Karena sedemikian banyaknya penjelasan tentang masalah ini, sehingga mengumpulkan sepersepuluh atau bahkan seperduapuluhnya saja sulit. Sebagai contoh, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Maulana Zakariyya, dalam risalah ini akan dikemukakan beberapa ayat Al Qur’an dan hadits beserta penjelasannya.

Ayat-ayat Mengenai Menginfakkan Harta

Ayat ke-1

“ ( Kitab ini, Al Qur’an ) adalah petunjuk bagi orang yang takut kepada Allah. ( Yaitu ) mereka yang beriman kepada yang ghoib dan menegakkan sholat, dan menafkahkan sebagian rezeqi yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab ( Al Qur’an ) yang telah diturunkan kepadamu, dan kitab-kitab yang diturunkan sebelum kamu, dan mereka yakin akan adanya ( kehidupan ) akhirat. Mereka itulah yang berada di atas jalan yang benar dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” ( QS Al Baqarah 2- 5 )

Penjelasan:

Dalam ayat di atas, terdapat beberapa masalah yang perlu direnungkan:

1. Petunjuk bagi orang yang takut kepada Allah SWT. Maksudnya adalah, orang-orang yang tidak takut kepada Maalik ( Yang Maha Merajai seluruh alam ), tidak menganggapnya sebagai Maalik, dan tidak mengetahui penciptanya, tentu tidak akan dapat melihat jalan-jalan kebenaran yang ditunjukkan oleh Al Qur’an. Jalan tersebut hanya akan dapat dilihat oleh orang yang melihat, sedangkan orang yang tidak memiliki mata sebagai perantara untuk melihat, tentu tidak akan melihat apa-apa. Begitu juga bagi orang yang dalam hatinya tidak mempunyai perasaan takut kepada Maalik, ia tentu tidak akan menghiraukan perintah Maalik.
2. Menegakkan sholat. Maksudnya adalah, hendaknya kita mengerjakan shalat dengan tertib, penuh perhatian dan menjaga adab-adab dan syarat rukunnya. Adapaun mengenai masalah shalat ini, perincian dan penjelasannya sudah dibicarakan di dalam Fadhilah Shalat. Di dalamnya dikutip perkataan Ibnu Abbas r.a., bahwa yang dimaksud dengan menegakkan shalat adalah mengerjakan ruku dan sujud dengan benar, konsentrasi/ tawajjuh dan khusyu’. Qatadah rah.a. berkata bahwa arti menegakkan shalat adalah dengan menjaga waktu-waktunya, berwudhu dengan sempurna dan ruku’ serta sujud dikerjakan dengan benar.
3. Mencapai Falaah ( keberuntungan ) adalah sesuatu yang sangat tinggi. Makna Falaah adalah meliputi kebahagiaan dan kejayaan agama maupun dunia. Imam Raghib rah.a. menulis bahwa kejayaan dunia adalah tercapainya berbagai kebaikan sehingga menjadikan kehidupan dunia menjadi baik, yaitu berupa kekayaan dan kemuliaan. Sedangkan kejayaan ukhrawi/ akhirat meliputi: 1> Kekal yang tidak fana’. 2> Kekayaan yang tidak disertai dengan kemiskinan. 3> Kemuliaan yang di dalamnya tidak ada kehinaan sedikitpun. 4> Ilmu yang tidak disertai dengan kebodohan.
Lafazh Falaah jika diucapkan secara mutlak, maka mengandung pengertian keduanya, yakni kejayaan agama dan dunia.
Read More or Baca Lebih Lengkap ..

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

This blog wanna share to all of you about greatness and amazing benefit of sedekah or giving. You wanna find that if we make sedekah, it will not decrease your wealth.

Let's read and get yourself enlightened !!

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP