Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang sangat penting. Menurut pendapat yang masyhur, Allah swt di dalam Kalam suci-Nya telah berfirman di 82 ayat yang menyebutkan perintah untuk membayar zakat bersamaan dengan perintah mengerjakan shalat. Ini tidak termasuk ayat yang menyebutkan tentang zakat saja. Salah satu hadits Nabi saw yang sangat terkenal menyebutkan bahwa Islam didirikan di atas lima perkara, yakni mengikrarkan kalimat Thayyibah ( Syahadatin ), shalat, zakat, puasa dan haji. Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Allah swt tidak akan menerima sholatnya orang yang tidak menunaikan zakat. Maka dari itu, Allah swt telah menyatukan ( di dalam Al Qur’an ) perintah sholat dengan zakat. Dengan demikian, hendaknya janganlah berusaha untuk membedakan dan atau memisahkan di antara keduanya. ( Kanzul Ummaal ).
Para ulama telah bersepakat bahwa barangsiapa yang mengingkari salah satu di antara keduanya berarti telah kufur. Karena hal ini merupakan lima rukun agama Islam dan merupakan ibadah-ibadah terpenting. Akan tetapi jika diperhatikan dengan seksama, apakah sebenarnya kesimpulan dari hal tersebut? Setelah ikrar atas kehambaan diri kita ( syahadat ), maka hanya ada dua bentuk kehadiran di hadapan Allah swt. Kehadiran pertama adalah kehadiran ruhani melalui shalat. Mengenai hal ini, Rasulullah saw bersabda,” Orang yang shalat, sedang berbincang-bincang dengan Allah swt.” Maka dari itu, shalat dikatakan sebagai Mi’rajul Mu’minin ( Mikrajnya orang beriman ). Kehadiran ini merupakan kesempatan bagi kita untuk menyampaikan dan mengeluhkan segala keperluan dan permasalahan kita kepada Sang Khalik. Oleh karena itu sangatlah penting untuk senantiasa menghadirkan diri kita di hadapan-Nya, karena manusia selalu dipenuhi oleh berbagai masalah. Banyak hadits yang menerangkan tentang masalah ini, yaitu apabila Rasulullah saw dan para Nabi a.s. mempunyai suatu masalah ataupun keperluan dunia, mereka akan mengadu melalui shalat. Dalam kehadiran ini, setelah seorang hamba memanjatkan puja dan puji, lalu ia memohon pertolongan-Nya, Allah pun menunaikan janji-janji-Nya, melalui jawaban-Nya, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits mengenai surat Al Fatihah. Hal tersebut diterangkan dengan jelas. Oleh karena itu, jika diseru dengan ajakan untuk mengerjakan shalat, maka bersegeralah menyambutnya. Kita diseru dengan,” Marilah menuju kemenangan.” Yaitu marilah kita menuju kebahagiaan di dua alam, dunia dan akhirat. Banyak hadits yang menerangkan masalah ini. Dengan menegakkan shalat, kita akan memperoleh kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat, dan yang paling penting, dapat berjumpa dengan Allah swt. Dengan kata lain, kita akan dikaruniai kejayaan agama dan sekaligus dunia. Sedangkan zakat merupakan penyempurna dan pelengkapnya. “ Sedekahkanlah apa yang telah Aku berikan kepadamu dari khazanah-Ku sebanyak dua setengah persen, untuk diberikan kepada fakir miskin yang senantiasa menyebut nama-Ku.” Ini adalah rasa syukur atas pemberian Allah swt dari khazanah-Nya. Hal ini sangat masuk akal, alami dan sesuai dengan adat istiadat. Sebagaimana halnya, para pelayan di istana kerajaan akan mendapatkan pemberian dari kerajaan. Begitu pula, para ‘pelayan’ Sang Maha Raja yakni Allah SWT, yang senantiasa menyebut-nyebut nama-Nya, tentu mereka akan mendapatkan pemberian dari Allah swt.
Oleh karena itu, ditegaskan sekali lagi bahwa banyak ayat di dalam Al Qur’an yang menyebutkan perintah shalat yang diiringi dengan perintah membayar zakat.” Mintalah dan ambillah sesuatu melalui shalat. Dan apa yang telah didapatkan, maka sedekahkanlah sebagian kecil kepada orang yang sering menyebut nama-Ku.” Betapa Allah itu amat lembut serta pengasih dan penyayang, sehingga terhadap pemberian yang sedikitpun tetap diberikan pahala, ganjaran dan masih banyak lagi janji-janji terhadap hal itu.
Kehadiran yang kedua adalah kehadiran jasmani, yaitu hadir di hadapan Baitullah yang sering disebut dengan ibadah haji. Di dalam amalan ini terdapat banyak kesusahan fisik dan pengurbanan harta, sehingga bagi yang sudah mampu hanya diwajibkan menunaikannya sekali saja seumur hidup. Dalam kehadiran di sana, hendaklah seseorang mempersiapkan diri dengan membersihkan segala kotoran yang ada padanya selama beberapa hari. Itulah sebabnya sebelum melaksanakan ibadah haji, diwajibkan berpuasa sebagai pembersih atas segala kotoran kita yang berada di perut dan kemaluan. Selama beberapa hari, kita dianjurkan untuk memperhatikan hal tersebut, sehingga pada saat hadir di Baitullah, kita akan diterima oleh Allah swt. Itulah sebabnya, begitu selesai bulan Ramadhan, bulan haji segera dimulai. Demi kemaslahatan masalah ini, para ahli fikih secara umum telah menyusun rangkaian ibadah ini dalam kitab-kitab mereka.
Selain hal tersebut, masih banyak kemaslahatan yang terdapat dalam ibadah puasa yang tidak dapat kita abaikan. Ayat-ayat Al Qur’an yang berisi ancaman atas tidak ditunaikannya zakat telah diterangkan sebagian dalam Bab II. Sebagian besar ulama berpendapat, bahwa ayat-ayat tersebut memang diturunkan berkenaan dengan tidak dibayarnya zakat. Jika dikutip seluruh ayat-ayat tersebut, jelas tidak memungkinkan. Di sini, hanya akan dikutip sebagian ayat dan hadits yang berkenaan dengan masalah tersebut. Sebenarnya, bagi seorang muslim sejati, satu ayat atau satu hadits Rasulullah saw itu sudah mencukupi baginya. Sebaliknya bagi muslim yang hanya sekedar nama, seluruh Al Qur’an dan kitab-kitab hadits pun tidak bermanfaat apa-apa baginya. Bagi seorang muslim yang taat, cukup dengan mengetahui sekali saja, ia akan memahami bahwa hal ini merupakan perintah Allah swt. Sebaliknya bagi yang tidak taat, beribu-ribu peringatan akan sia-sia belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar