Di dalam bab ini akan diketengahkan berbagai kisah tentang para ahli zuhud dan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah swt.. Mereka adalah orang-orang yang telah memahami hakikat dunia dan akhirat, sehingga mereka membenci dunia, kampung tipu daya. Di dunia ini, yang mereka usahakan adalah mempersiapkan kehidupan untuk kampung akhirat. Dilihat dari mafhum dan bentuk amalnya, zuhud dan kedermawanan merupakan dua perkara yang berbeda. Tetapi jika dilihat dari tujuan akhirnya merupakan dua perkara yang sama. Karena, jika di dalam diri seseorang terdapat sifat zuhud (tidak mencintai dunia), ia tentu akan memiliki sifat dermawan. Jika ia tidak suka menyimpan harta benda, ia tentu akan menginfakkan harta benda tersebut. Dengan demikian, orang yang memiliki sifat dermawan hanyalah orang yang tidak mencintai dunia. Semakin seseorang mencintai dunia, ia tentu akan semakin bakhil. Berdasarkan kaidah inilah maka kisah-kisah mengenai dua perkara ini dikumpulkan menjadi satu. Karena itulah di dalam risalah ini, yakni di dalam Fadhilah Sedekah ini, disebutkan pula ayat-ayat dan hadits-hadits mengenai zuhud karena hiasan bagi orang yang tidak mencintai dunia adalah suka menginfakkan hartanya di jalan Allah swt.. Selagi seseorang cinta kepada dunia, selama itu pula ia tidak ingin membelanjakan hartanya di jalan Allah swt.. Jika suatu ketika ia menginginkannya, maka tabiatnya tentu tidak akan membiarkannya. Hal inilah yang oleh Rasulullah saw. diumpamakan dengan sebuah contoh yang sangat bagus. Beliau bersabda, "Perumpamaan orang yang bakhil dan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah swt. bagaikan dua orang yang dipakaikan kepada keduanya dua baju besi yang membelenggunya, sehingga kedua tangannya menempel di dadanya, tidak berada di luar baju besi itu. Jika seseorang yang ahli sedekah menginfakkan hartanya, baju besi itu akan terbuka dengan sendirinya (tanpa susah payah, tangan itu akan keluar dari baju besi itu). Sedangkan orang bakhil bila ingin bersedekah, baju besi itu akan lebih membelenggunya, sehingga tangannya tidak bisa digerakkan di tempatnya." (Misykat). Maksudnya, jika orang yang dermawan ingin bersedekah, hatinya akan bergembira sehingga ia akan bersedekah tanpa merasa keberatan sedikit pun. Sedangkan orang yang bakhil, jika didorong, mendengar pembicaraan, atau karena alasan yang lain supaya bersedekah, maka dari dalam dirinya akan ada sesuatu yang mengekangnya seperti baju besi yang membelenggu badannya dan mengikat tangannya. Ketika tangan ingin dikeluarkan dari dalam baju besi itu dengan kuatnya, yakni hati berusaha untuk memahamkannya, tetapi ia tidak mau mendengarkannya, dan tangannya tidak mau bergerak. Ini adalah contoh yang sesuai dengan kenyataan. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa ada orang-orang bakhil yang ingin bersedekah, tetapi tangannya tidak mau digerakkan. Ketika ada kesempatan untuk membelanjakan harta sepuluh rupee, tetapi yang mampu diinfakkan hanya sepuluh sen.
Kisah ke-1
Selama masa hidupnya, kisah-kisah tentang kedermawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. begitu banyaknya, sehingga sangat sulit untuk dikumpulkan menjadi satu. Salah satu kisah yang masyhur adalah pada waktu perang Tabuk, ketika Rasulullah saw. menghimbau untuk mengumpulkan bantuan, Abu Bakar r.a. telah mengumpulkan semua harta benda yang ada di rumahnya, lalu diberikan kepada Rasulullah saw.. Dan ketika Rasulullah saw. bertanya, "Wahai Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan di rumahmu?" Ia menjawab, "Allah swt. dan Rasul-Nya (yakni perbekalan yang berupa keridhaan-Nya dan Rasul-Nya) ada di rumah. Kisah ini telah disebutkan di dalam kitab Hikayatush-Shahabat secara terperinci. Saya juga telah menuliskan kisah sahabat yang lain di dalam kitab tersebut. Jika kita membacanya, kita akan mengetahui bahwa ikram, kasih sayang, dan membelanjakan harta di jalan Allah swt. merupakan bagian dari kehidupan para sahabat r.hum.. Jika kita bisa meniru sedikit saja, kita tidak tahu apakah yang akan dikatakan orang-orang tentang diri kita. Akan tetapi, kisah-kisah semacam itu bagi para sahabat merupakan perkara yang biasa, khususnya bagi Abu Bakar Shiddiq r.a.. Adakah keterangan yang lebih jelas daripada yang difirmankan Allah swt. sendiri di dalam Al-Qur'an?
"Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Mahatinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan." (Q.S. Al-Lail: 17-21)
Ibnu Jauzi rah.a. berkata, "Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar Shiddiq r.a.. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, "Harta seseorang tidak memberikan manfaat bagiku sebanyak harta Abu Bakar r.a." Setelah mendengar sabda Rasulullah saw. tersebut, Abu Bakar Shiddiq r.a. menangis dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah diri saya dan harta saya menjadi milik selain engkau?" Sabda Nabi saw. ini banyak diriwayatkan dari beberapa sahabat dalam beberapa riwayat. Di dalam sebuah riwayat dari Sa'id bin Musayyab rah.a. terdapat tambahan, "Rasulullah saw. menggunakan harta Abu Bakar r.a. seperti ketika menggunakan hartanya sendiri." Urwah r.a. berkata, "Ketika Abu Bakar r.a. masuk Islam, ia mempunyai uang sebanyak 40.000 dirham, semuanya dibelanjakan untuk Rasulullah saw. (yakni dalam keridhaan Rasululullah saw.). Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ketika ia masuk Islam, ia mempunyai uang sebanyak 40.000 dirham. Dan pada waktu hijrah, yang tersisa hanya 5000 dirham. Harta itu digunakan untuk memerdekakan hamba-hamba sahaya (yang disiksa karena masuk Islam) dan untuk keperluan agama. (Tarikhul-Khulafa')
Abdullah bin Zubair r.huma. berkata bahwa Abu Bakar Shiddiq r.a. selalu membeli hamba sahaya yang lemah lalu memerdekakannya. Ayahnya, Abu Quhafah r.a., berkata, "Jika kamu ingin memerdekakan hamba sahaya, merdekakanlah hamba sahaya yang kuat-kuat, karena dia akan bisa membantumu dan bisa berguna bagi kita. Abu Bakar Shiddiq r.a. menjawab, "(Saya tidak memerdekakan budak untuk diri saya), tetapi saya memerdekakannya untuk mencari keridhaan Allah swt." (Durrul-Mantsur). Di sisi Allah swt., pahala membantu orang-orang yang lemah lebih banyak daripada membantu orang-orang yang kuat.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak seorang pun yang telah berbuat baik kepadaku dan aku belum membalas kebaikannya. Tetapi kebaikan Abu Bakar r.a. menjadi tanggung jawabku (beliau tidak bisa membalasnya). Allah swt. sendirilah Yang akan membalas kebaikannya pada hari Kiamat. Harta seseorang tidak memberikan manfaat bagiku sebanyak manfaat yang di berikan oleh harta Abu Bakar r.a." (Tarikhul-Khulafa')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar